ananda sastra

永遠の夢の中で。

Read this first

intro: jadi dokter nggak gampang? iya!

Jadi, saya memutuskan untuk membagi pengalaman kecil saya tentang menjadi Koas/Dokter Muda, mumpung sebentar lagi saya akan menyelesaikan tantangan ini. Amen. Doakan saja.

Beberapa blog mengatakan bahwa menjadi dokter tidak gampang. Ya, memang nggak gampang. Kalau gampang saya sudah menjadi dokter sejak lulus S.Ked. Pada kenyataannya, kampus saya memberlakukan sistem OSCE COMPREHENSIVE (biasanya, sih, disingkat Compre) untuk mahasiswanya yang hendak melanjutkan studi profesi atau yang dikenal sebagai Co-Ass (Koas/Dokter Muda).

Compre ini sebenarnya ada dua kali selama Koas berlangsung. Compre pertama, sewaktu akan jadi Koas; lalu Compre kedua, sewaktu sudah menyelesaikan dan sudah lulus semua stase Koas. Kalau ada yang belum tahu, Osce Compre itu semacam ujian praktik bagi para mahasiswa kedokteran. Nggak tanggung-tanggung, semuanya diujikan. Dari anamnesis atau tanya-jawab pada...

Continue reading →


we’re all trying to forget someone

Saya melihatmu dari kejauhan, melalui bingkai jendela yang terbuka sepertigaduanya saja. Sama seperti matamu, yang hanya membuka sepertigaduanya. Tidak pernah lebih, dan tidak pernah kurang. Bahkan saat kamu tertidur di balik meja kantor, saya tahu, kamu tidak pernah benar-benar serius untuk memejamkan seluruhnya.

Namun tahukah kamu, kalau itu yang membuat saya tak pernah bosan memandangnya?

Saya membuka pintu perlahan-lahan. Saya membiarkannya terbuka sepertigaduanya saja. Sama seperti sorot matamu yang entah lelah atau bersemangat, selalu terbuka sepertigaduanya. Saya melihatmu dari belakang. Punggungmu yang membungkuk condong di depan laptop yang menyala hingga malam, selalu membuat saya tidak bisa pulang karena detak-detak keyboard yang kamu pencet membuat mata saya tidak mampu melangkah pergi. Saya merindukan kamu, dan matamu yang hanya terbuka sepertigaduanya saja.

Dan kamu...

Continue reading →


but you deserve the universe and i’m just a star

Awalnya mereka hanya bertemu di kedai sederhana di tepian Cheongdam-dong. Si lelaki, seperti biasa, meneguk secangkir cokelat panas pekat, sementara si perempuan memesan teh earl grey hangat. Dan keduanya juga sama-sama memesan keik vanilla. Keduanya punya standar yang sama untuk cemilan sore mereka.

Keik vanilla yang baik adalah yang dilapisi krim tipis dan empuk saat dikunyah. Lalu meninggalkan manis yang menggoda setelah ditelan dan sisa kayu manis yang bisa dinukil di ujung lidah.

Si lelaki biasanya melanjutkan membaca diktat astronomi yang dibawanya setelah mengikuti kuliah siang, dan menghabiskan sore hari sebelum akhirnya mendatangi kelas malam untuk praktik bersama teleskop. Si perempuan akan sibuk memijit nama-nama di ponsel, maupun memandangi laptop yang menampilkan desain baju trend zaman ini.

Selalu seperti itu. Di kedai sederhana.

Kemudian setelah setengah jam menelisik...

Continue reading →


you’d destroy me, and i’d let you

Loreius berpikir untuk berkata, aku mencintaimu, seperti film romansa yang beberapa kali ditayangkan di bioskop, atau seperti novel remaja di toko buku, atau cerita bersambung yang beredar di internet. Namun ketika ia melihat wajah gadis itu, memandang cahaya cantik di sepasang mata abu badainya yang kini memancarkan kesedihan, menatap lengkung masam yang tak pernah cocok untuk singgah di bibir merah mudanya, dan berujar,

“Apa Layzel bahagia bersama Lorei?”

Lalu, seolah Layzel ragu untuk mengangguk, Loreius menghela nafas untuk kesekian kalinya, kemudian mengalihkan pandangan.

“Lorei—,”

Lorei tidak pantas untuk Layzel.

Hal itulah yang pertama kali melintasi pikiran Loreius kala sebuah senyuman muncul di wajah Layzel ketika gadis itu tidak sedang bersamanya.

Ada sesuatu yang familiar dari cara Layzel melengkungkan bibirnya, memiringkan kepala, dan kemudian menengadahkan wajah untuk...

Continue reading →


知っていますか?

“Ichiyou-chan, daijoubu?”

Tak ada jawaban.

Dengan nafas terengah, Tsurugi menghentikan langkahnya. Sudah berjam-jam mereka berjalan tanpa tahu arah—jelas mereka masih berada di Tokyo, ia bisa tahu dari tulisan yang terpampang di lisplang petunjuk jalan, namun satu bulan berada di balik tempat penculikan membuatnya asing terhadap kondisi sekitar. Ia sudah lupa bagaimana caranya membeli tiket kereta, begitu pula dengan mengadakan kontak lewat telepon dengan ayah dan ibu, sebab tak ada lagi uang yang tersisa di saku celananya dan kini mereka harus menemukan tempat perlindungan terdekat seperti kantor polisi.

“Ichiyou-chan…?”

Lagi-lagi, tidak ada jawaban dari bocah perempuan di samping. Tangan milik Tsurugi masih menggenggam erat tangan Moka, ia berulangkali memastikan bahwa mereka tidak akan terpisah satu sama lain, dan berita baiknya—ia yakin posisi keduanya sudah jauh dari ruangan...

Continue reading →


it’s difficult to hold your hand

Lan tahu ada yang tidak beres dengannya ketika untuk pertama kalinya gadis itu menggenggam tangan Yue.

Anak perempuan, usianya tahun ini limabelas, pipinya bersemu kemerahan dengan surai kecokelatan yang nampak selaras dengan bentuk mukanya, bahkan cekungan kecil di kedua sisi pipinya terlihat jelas ketika ia meretaskan sesimpul senyum; dan jika ia boleh jujur—ia teringat masa-masa ketika ia baru saja menempati rumah barunya di Fire Nation Capital. Lan yang dulu masih teramat kecil sehingga matanya hanya menatap malu pada para tetangga yang menyambut keluarganya, begitu pula pada Yue.

Pemuda itu yang dulu membantunya agar mendapatkan teman-teman baru, mengajarkannya cara menikmati subuh dan senja, serta bakat pengendalian api yang hanya ia tunjukkan pada keluarganya—ia tunjukkan juga pada Yue. Lan tidak berani memperlihatkannya pada orang lain, sebab jika ia memaksakan diri, api tidak...

Continue reading →