you’d destroy me, and i’d let you

Loreius berpikir untuk berkata, aku mencintaimu, seperti film romansa yang beberapa kali ditayangkan di bioskop, atau seperti novel remaja di toko buku, atau cerita bersambung yang beredar di internet. Namun ketika ia melihat wajah gadis itu, memandang cahaya cantik di sepasang mata abu badainya yang kini memancarkan kesedihan, menatap lengkung masam yang tak pernah cocok untuk singgah di bibir merah mudanya, dan berujar,

“Apa Layzel bahagia bersama Lorei?”

Lalu, seolah Layzel ragu untuk mengangguk, Loreius menghela nafas untuk kesekian kalinya, kemudian mengalihkan pandangan.

“Lorei—,”

Lorei tidak pantas untuk Layzel.

Hal itulah yang pertama kali melintasi pikiran Loreius kala sebuah senyuman muncul di wajah Layzel ketika gadis itu tidak sedang bersamanya.

Ada sesuatu yang familiar dari cara Layzel melengkungkan bibirnya, memiringkan kepala, dan kemudian menengadahkan wajah untuk menatap pemuda lain. Ada sebuah perasaan aneh memenuhi Loreius sewaktu mendengar perempuan itu tertawa sembari ia melontarkan celotehan kepada pemuda lain. Ada sebuah sengatan listrik yang membuatnya terpaku dan terdiam ketika pemuda lain datang dan membuat Layzel gembira. Ada sesuatu yang berbeda dari Layzel, yang menyebabkan Loreius ingin merengkuh kembali gadis itu dan tidak membiarkan pemuda lain memilikinya.

“—Layzel senang bersama Lorei,” ujar Layzel seraya ia menundukkan kepala, namun Loreius dapat melihat senyumnya yang makin lebar dan makin cantik.

Sementara jauh, jauh di dalam hati Loreius, sebuah suara terkekeh pela, kemudian berbisik, tidak, kau tidak seharusnya merasa senang, gadis manis. Dan jauh, jauh di dalam diri Loreius, terdengar suara patah, dan—hancur.

Loreius mengabaikan bisikan tersebut, kemudian mengulurkan tangannya dan balas tersenyum pada Layzel.